RAHASIA DI BALIK MUSIBAH
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS. Al-An’am:11)
Ayat yang senada seperti di atas sangatlah banyak dalam Al-Qur’an. Dengan redaksi yang beragam, tapi kesimpulannya adalah satu, menggunakan pemberian Allah untuk merenung dan mengambil pelajaran yang sangat berharga dari berbagai peristiwa bencana yang terjadi silih berganti ini. Ada beberapa rahasia dibalik musibah dan bencana yang selama ini terjadi bahwa:
Pertama, Allah Penentu Kehidupan, Dzat yang Maha Perkasa.
Bahwa
 dibalik kehidupan ini ada yang punya, ada yang mengatur. Dialah Allah 
Rabbul Izzah, Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keperkasaan. Di 
Genggaman-Nya lah semua kehidupan ini dikendalikan. Allah hanya butuh 
berkata “Kun Fayakun, terjadi! maka terjadilah”. Allah memiliki 
nama-nama, di antaranya; Al-Khaliq –Pencipta-, Al-Muhaimin –Yang 
Mengatur-, Al-Muhyi –Yang Menghidupkan-, Al-Mumit –Yang Mematikan-, 
Adh-Dhaar –Yang Memberi Madharat-, An-Nafi’ –Yang memberi Manfaat-, dst.
Manusia
 tidak bisa mengatur-atur. Manusia tidak mungkin bilang “hai merapi, 
berhenti meletus… dst”, sebagaimana yang kita dengar dari pusat ahli 
vulkanologi dan mitigasi bencana. Allah swt. punya kehendak-Nya sendiri,
 bahkan Kehendak itu sudah ditulis semenjak zaman azali. Allah swt. 
berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada
 suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu 
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum 
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi 
Allah.” (Al-Hadid/57:22)
Perhatikan potongan akhir ayat akhir di atas “Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”
حدثنا عاصم ، قال : سمعت الحسن ، يقول في مرضه الذي مات فيه : « إن الله عز وجل قدر أجلا ، وقدر مصيبة ، وقدر معافاة ، وقدر طاعة ، وقدر معصية ، فمن كذب بالقدر فقد كذب بالقرآن ، ومن كذب بالقرآن ، فقد كذب بالحق »
Al-Hasan
 ketika menjelang mautnya berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla 
mentaqdirkan ajal, dan mentaqdirkan musibah, mentaqdirkan kesehatan, 
mentaqdirkan ketaatan, mentaqdirkan kemaksiatan. Maka barangsiapa yang 
mengingkari taqdir, ia berarti mengingkari Al-Qur’an. Barangsiapa 
mengingkari Al-Qur’an, sungguh ia berarti mengingkari kebenaran.”
Kedua, Musibah Akibat Perbuatan Manusia
Musibah
 yang menimpa umat manusia adalah karena perbuatan mereka sendiri yang 
melanggar peraturan Allah, merusak ekosistem kehidupan, banyak melakukan
 kemaksiatan dan dosa, tidak menjalankan perintah dan syariat-Nya.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. ” Syuro/42:30-31
Bukan
 karena ada unsur mistik, karena ini, karena itu, seperti karena bulan 
tertentu, karena hari tertentu dll. yang justeru merusak aqidah umat. 
Bencana karena ulah manusia, dan itu atas kuasa Allah swt.
Ketiga, Pahala Tergantung Besarnya Musibah
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Dari
 Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya besarnya 
pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah 
mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka barangsiapa ridha dengan 
ujian Allah, baginya ridha –dari Allah-, sebaliknya, siapa yang murka, 
maka baginya murka –dari Allah-.” HR. At-Tirmidzi
Karena itu, tidak perlu putus asa, jangan sampai menggadaikan aqidah dengan
Keempat, Musibah Dalam Rangka Tamhis (Seleksi)
Kehidupan
 ini bukan statis, tapi berputar. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang
 berhasil ada yang juga gagal. Itu semua adalah dalam rangka untuk 
menseleksi secara alamiah kualitas manusia, dan sebagai batu ujian; 
apakah ia lulus dengan predikat baik, lulus dengan catatan, atau malah 
gagal dalam menjalani usjian tersebut.
وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ
“Dan
 Sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan
 Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” Al-Ankabut/29:11
Ketika
 menjelaskan ayat ini, Mujahid berkomentar: “Manusia itu ada yang iman 
hanya di lisannya saja, maka ketika dia mendapatkan ujian, berupa 
kehilangan harta atau jiwa, sebagian manusia dilanda fitnah –goncang 
yang hebat-“ (Tafsir Al-Baghawi, Juz 6, Bab 11, Hal. 235)
Kelima, Istirja’ atau Mengembalikan Semua kepada Allah
Pertama
 kali menghadapi musibah, hendaknya iman yang berbicara, bukan hawa 
nafsu yang protes. Karena seseorang ditentukan oleh sikap pertama 
kalinya terhadap kejadian. Rasulullah saw. mengingatkan “Sesungguhnya 
sabar itu ketika merespon kejadian pertama kali.” Selanjutnya berdoa 
kepada Allah swt. agar diberikan pahala atas musibah itu dan memperoleh 
ganti yang jauh lebih baik.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم عندك احتسب مصيبتي فأجرني عليها وأبدلني بها خيرا منها
Rasulullah saw. bersabda: “Jika
 salah satu di antara kalian mendapatkan musibah, maka ucapkanlah; 
“Sesungguhnya kami milik Allah dan kami kembali kepada-Nya, “Allahumma 
‘indaka ahtasibu mushibatii, fa ajirnii ‘alaihaa waabdilnii bihaa 
khairan minhaa. Ya Allah kepada-Mu saya ikhlaskan musibah yang 
menimpaku, maka berilah pahala kepadaku atas musibah ini, dan berilah 
saya ganti yang jauh lebih baik darinya.” Imam Muslim
Keenam, Musibah Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat
Inilah
 indahnya kehidupan bagi orang yang beriman. Ujian, bencana dan bala 
akan menggugurkan dosa-dosa dan sekaligus mengangkat derajatnya. Tidak 
sia-sia, tegantung ia meresponnya. Dari Aisyah ra. ia mendengar 
Rasulullah saw. bersabda:
عن عائشة قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول « مَا مِنْ مُؤْمِنٍ تَشُوكُهُ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً » رواه مسلم
“Tiada
 seorang mukmin yang tertusuk suatu duri atau bahkan yang jauh lebih 
sakit, kecuali Allah pasti akan menghapus kesalahan dan mengangkat 
derajat.” Imam Muslim
أن
 رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « عجبًا لأمرِ الْمُؤْمِن ، إِنَّ 
أمرهُ كُلَّهُ خيرٌ ، ولَيْسَ ذلِكَ لأحَد إلاَّ للمُؤْمنِ ، إن أصَابَتْهُ
 سَرَّاءُ شَكَر ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وإنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ 
صَبَرَ ، فكَانَ خَيرًا لَهُ »
Rasulullah
 saw. bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua 
urusannya baik baginya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur. Jika
 sedangkan memperoleh keburukan, ia bersabar, kedua-duanya baik baginya,
 itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin.” Sahih Ibnu Hibban
Ketujuh, Musibah sebagai Peringatan
Kejadian
 bencana bisa dimaknai 3 hal; Pertama sebagai siksa, jika itu menimpa 
orang-orang yang tidak beriman. Kedua sebagai peringatan, jika menimpa 
orang-orang yang beriman tapi melakukan banyak dosa. Dan ketiga, sebagai
 sarana mengangkat derajat, yaitu bagi orang yang beriman, hamba-hamba 
Allah swt.
Allah swt. berfirman:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى قُلُوبِكُمْ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِهِ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآَيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ (46) öقُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ بَغْتَةً أَوْ جَهْرَةً هَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الظَّالِمُونَ (47) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آَمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (48)ÇÍÑÈ وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (49)
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى قُلُوبِكُمْ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِهِ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآَيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ (46) öقُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ بَغْتَةً أَوْ جَهْرَةً هَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الظَّالِمُونَ (47) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آَمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (48)ÇÍÑÈ وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (49)
46. 
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan 
penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang Kuasa
 mengembalikannya kepadamu?” perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali 
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap 
berpaling (juga).
47. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, Maka Adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?”
48. dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
49. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” QS. Al-An’am: 46-49
47. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, Maka Adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?”
48. dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
49. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” QS. Al-An’am: 46-49
Ketujuh, Musibah Menyempurnakan Iman
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ مُسْتَكْمِلِ الإِيمَانِ مَنْ لَمْ يَعُدَّ الْبَلاءَ نِعْمَةً، وَالرَّخاءَ مُصِيبَةً، قَالُوا: كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:لأَنَّ الْبَلاءَ لا يَتْبَعُهُ إِلا الرَّخَاءُ، وَكَذَلِكَ الرَّخَاءُ لا تَتْبَعُهُ إِلا الْمُصِيبَة وليس بمؤمن مستكمل الإيمان من لم يسكن في صلاته” قالوا: ولم يا رسول الله؟ قال: “لأن المصلي يناجي ربه فإذا كان في غير صلاة إنما يناجي ابن آدم”.
رواه الطبراني.
Rasulullah
 saw. bersabda: “Tiada dianggap mukmin yang sempurna imannya orang yang 
tidak menganggap suatu bala’ sebagai sebuah kenikmatan, dan suatu 
kemudahan sebagai musibah. Para sahabat bertanya: Bagaimana itu ya 
Rasulullah? Rasul menjawab; “Karena tiak menyertai balak itu kecuali 
adanya kemudahan. Demikian juga dengan kemudian itu akan disertai dengan
 musibah.” Ath-Tabrani.
Allah swt. berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)
(5).Karena
 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (6) Sesungguhnya 
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (7) Maka apabila kamu telah selesai
 (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
 lain. (8). dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” QS. Al-Insyirah:5-8.
Dibalik bencana ada hikmah, ada pelajaran, ada kebaikan. Mari kita renungkan, kita temukan rahasia di balik bencana yang selama ini terjadi. Allahu a’lam





 






 
 
 
 
