Syeikh Abul Qasim
al-Qusyairy
Allah swt. berfirman:
"Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang jujur." (Q.s. At-Taubah: 119).
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Jika seorang hamba tetap bertindak jujur dan berteguh hati untuk
bertindak jujur, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang
jujur; dan jika ia tetap berbuat dusta dan berteguh hati untuk berbuat
dusta, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (H.r. Abu
Dawud dan Tirmidzi).
Kejujuran (shidq) adalah tiang penopang segala persoalan, dengannya
kesempurnaan dalam menempuh jalan ini tercapai, dan melaluinya pula ada
tata aturan. Kejujuran mengiringi derajat kenabian, sebagaimana difirmankan
Allah swt.:
"…maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dan orang-orang yang
menetapi kejujuran (shiddiqin), para syuhada' dan orang orang saleh."
(Q.s. An-Nisa': 69).
Kata shadiq (orang yang jujur) berasal dari kata shidq (kejujuran) Kata
shiddiq adalah bentuk penekanan (mubalaghah) dari shadiq, dan berarti orang
yang didominasi oleh kejujuran. Demikian juga halnya dengan kata-kata lain
yang bermakna penekanan, seperti sikkir dan pemabuk, yang penuh anggur
(khimmir).
Derajat terendah kejujuran adalah bila batin seseorang selaras dengan
perbuatan lahirnya. Shadiq adalah orang yang benar dalam kata-katanya.
Shiddiqy adalah orang yang benar-benar jujur dalam semua kata-kata,
perbuatan dan keadaan batinnya.
Ahmad bin Khadhrawaih mengajarkan, "Barangsiapa ingin agar Allah
bersamanya, hendaklah ia berpegang teguh pada kejujuran, sebab Allah swt.
bersama-sama orang yang jujur."
Al-Junayd berkata, "Orang yang jujur berubah empatpuluh kali dalam
sehari, sedangkan orang riya' tetap berada dalam satu keadaan selama
empatpuluh tahun."
Abu Sulaiman ad-Darany mengatakan, "Jika orang yang jujur ingin
menggambarkan apa yang ada dalam hatinya, maka lisannya tidak akan
mengatakannya."
Dikatakan, "Bersikap jujur berarti menegaskan kebenaran, meskipun
terancam kebinasaan."
An-Naqqad mengatakan, "Sikap jujur berarti mencegah kedua rahang (syidq)
dari mengucapkan apa yang terlarang. "
Abdul Wahid bin Zaid berkomentar, "Sikap benar adalah kepada Allah
swt. dalam tindakan."
Sahl bin Abdullah mengatakan, "Seorang hamba yang menipu diri sendiri
atau orang lain tidak akan mencium harum semerbaknya kebenaran. "
Abu Sa'id al-Qurasyi mengatakan, "Orang yang jujur adalah orang yang
siap mati dan tidak akan malu jika rahasianya diungkapkan. Allah swt.
berfirman, "Maka inginkanlah kematian, jika kamu orang orang yang
jujur." (Q.s. Al Baqarah: 94)."
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan, "Suatu hari Abu Ali ats-Tsaqafy
sedang memberikan pelajaran, tiba-tiba Abdullah bin Munazil berkata
kepadanya, 'Wahai Abu Ali, siapkanlah diri Anda untuk mati, sebab tidak ada
jalan untuk lari darinya.' Abu Ali menjawab, 'Dan Anda, wahai Abdullah,
siapkanlah diri untuk mati, sebab tidak ada jalan lari darinya.' Maka di
saat itulah Abdullah merebahkan diri, membentangkan kedua tangannya,
menundukkan kepalanya dan mengatakan, Aku mati sekarang.' Abu Ali pun diam
terpaku karenanya, dimana dirinya tidak mampu menandingi apa yang dilakukan
Abdullah karena Abu Ali masih terpaut pada dunia, sedangkan Abdullah telah
terbebas dari ikatan dunia."
Ahmad bin Muhammad ad-Dainury sedang berbicara di hadapan sekumpulan orang
ketika seorang wanita di antara mereka berteriak. Abul Abbas memarahinya
dengan kata-kata, 'Matilah engkau!' Wanita itu bangkit, maju beberapa
langkah, berpaling kepadanya dan berkata, 'Aku telah mati.' Kemudian ia
jatuh ke tanah dan mati.
Al-Wasithy berkata, "Kejujuran adalah keyakinan yang kokoh terhadap
tauhid bersama-sama dengan mati."
Dikatakan, 'Abdul Wahid bin Zaid memandang kepada seorang pemuda di antara
para sahabatnya, yang bertubuh kurus kering, dan Abdul Wahid bertanya
kepadanya, 'apakah engkau telah terlalu lama memperpanjang puasamu?' Pemuda
itu menjawab, 'Aku juga. Bukan memperpanjang berbuka.' Kemudian Abdul Wahid
bertanya, 'Apakah engkau telah memperpanjang waktu bangun untuk shalat
malammu?' Pemuda itu menjawab, 'Bukan, bukan pula aku telah memperpanjang
tidur.' Lalu Abdul Wahid pun bertanya, Apa yang telah membuatmu begitu
kurus?' Pemuda itu menjawab, 'Hasrat yang selalu berkobar dan rahasia
terpendam yang abadi. 'Abdul Wahid berseru, 'Dengarlah, betapa beraninya
pemuda ini!' Pemuda itu lalu berdiri, maju dualangkah dan berteriak, 'Ya
Allah, jika aku memang tulus, ambillah nyawaku sekarang juga!' lalu ia pun
jatuh dan meninggalkan dunia ini.
Abu Amr az-Zujajy menuturkan, "Ibuku meninggal, dan aku mewarisi
sebuah rumah beliau. Aku menjualnya dengan harga limapuluh dinar dan
kemudian berangkat menunaikan ibadah haji." Setiba di Babilonia,
seorang penggali saluran air bertanya kepadaku, 'Apa yang engkau bawa?' Aku
berkata dalam hati, 'Kejujuran adalah yang terbaik' dan aku menjawab, 'Uang
limapuluh dinar.' Ia berkata, 'Serahkanlah kepadaku!' Maka aku pun
memberikan kantong uangku kepadanya. Dihitungnya jumlah semua uang di
dalamnya, dan ternyata memang ada limapuluh dinar. Berkatalah ia, 'Ambillah
kembali uangmu! Kejujuranmu menyentuh hatiku.' Lalu ia turun dari kudanya
dan berkata, 'Naiklah kudaku!' Aku balik berkata, 'Aku tidak
menginginkannya.' Ia berkata, 'Harus ...!' dan terus memaksaku menaiki
kudanya. Akhirnya setelah aku bersedia naik di atasnya, ia berkata, 'Aku di
belakangmu.' Satu tahun kemudian ia berhasil menyusulku, dan tinggal
bersamaku hingga akhir hayatnya."
Ibrahim al-Khawwas menjelaskan, "Orang jujur tidak memandang kecuali
kewajiban yang harus ditunaikan, atau ibadat utama bagi Allah swt."
Al-Junayd berkata, "Inti kejujuran adalah bahwa engkau berkata jujur
di wilayah yang apabila seseorang berkata jujur tidak akan selamat kecuali
berdusta."
Dikatakan, "Tiga hal tidak pernah lepas dari seorang: jujur ucapannya,
kehadiran yang kharismatis dan pancaran taat di wajahnya. "
Dikatakan pula, "Allah swt. bersabda kepada Daud as, 'Wahat Daud,
barangsiapa menerima apa yang Kukatakan dengan sejujurnya dalam batinnya,
niscaya Aku akan mengukuhkan sifat juiur di kalangan makhluk manusia dalam
lahiriahnya'."
Dikisahkan Ibrahim bin Dawhah memasuki padang pasir bersama Ibrahim bin
Sitanbah. Kata Ibnu Dawhah, "Ibnu Sitanbah mengatakan kepadaku,
'Campakkanlah segala apa yang mengikatmu!' Aku melemparkan segala sesuatu
yang ada padaku, kecuali uang satu dinar. Lalu ia berkata, 'Wahai Ibrahim,
janganlah engkau membebani pikiranku! Campakkanlah keterikatanmu!' Maka
dinar itu pun lalu kulemparkan. Tapi lagi-lagi ia mengatakan, 'Wahai
Ibrahim, campakkanlah keterikatanmu!' Lalu aku ingat bahwa aku masih
memiliki beberapa utas tali sandal cadangan, yang lalu kulemparkan juga.
Selanjutnya, dalam perjalananku, setiap kali aku memerlukan tali sandal,
maka muncullah seutas tali sandal di hadapanku. Ibrahim bin Sitanbah
mengatakan, 'Inilah orang yang beramal dengan Allah swt. secara
jujur'."
Dzun Nuun al-Mishry berkata, "Kejujuran adalah pedang Allah. Tidak
satu pun diletakkan padanya, kecuali akan memotongnya."
Sahl bin Abdullah mengatakan, 'Awal pengkhianatan orang-orang jujur adalah
munculnya keraguan dengan dirinya."
Ketika ditanya tentang kejujuran, Fath al-Maushaly memasukkan tangannya ke
dalam bara api seorang tukang besi, mengambil sebatang besi yang merah
membara, meletakkannya di telapak tangannya dan berkata, "Inilah
kejujuran!"
Yusuf bin Asbat berkata, "Aku lebih suka menghabiskan waktu semalam
bersamaAllah swt. dalam kejujuran jiwa daripada berperang dengan pedangku
dijalan-Nya."
Abu Ali ad-Daqqaq menegaskan, "Kejujuran adalah seperti engkau
menganggap dirimu sebagaimana adanya, atau engkau dilihat seperti apa
adanya dirimu."
Ketika al-Harits al-Muhasiby ditanya tentang tanda-tanda kejujuran, ia
menjawab, "Orang yang jujur adalah orang yang manakala tidak peduli
akan ketergantungan kalbu manusia kepada dirinya, tidak pula senang atas
jasanya kepada manusia untuk dilihat, dan yang tidak peduli apakah popularitasnya
di antara manusia akan lenyap. Ia bahkan tidak membenci bila perbuatan
buruknya dilihat oleh orang banyak. Jika ia benci, ia perlu menambah
imannya. Dan yang demikian itu bukanlah ciri akhlak orang orang
jujur."
Salah seorang Sufi berkomentar, "Jika seseorang tidak memenuhi satu
kewajiban agama yang abadi, maka pelaksanaan kewajiban-kewajiban agamanya
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan tidak akan diterima."
Seseorang bertanya, 'Apakah kewajiban agama yang abadi itu?" Ia
menjawab, "Kejujuran."
Dikatakan, "Jika engkau mencari Allah swt. dalam kejujuran, niscaya
Dia akan memberimu cermin yang di dalamnya engkau akan melihat semua
keajaiban dunia dan akhirat."
Dikatakan, "Engkau harus berlaku jujur ketika merasa takut bahwa hal
itu akan mencelakakanmu, padahal itu akan bermanfaat bagimu. Janganlah
mempu ketika engkau mengira hal itu akan menguntungkanmu, padahal pasti ia
akan merugkanmu."
Dikatakan juga, "Tiap-tiap sesuatu punya arti, tapi persahabatan
seorang pendusta tidak berarti apa-apa."
Dikatakan, "Tanda seorang pendusta adalah kegairahannya untuk
bersumpah sebelum hal itu dituntut darinya."
Ibnu Sirin mengatakan, "Lingkup pembicaraan itu demikian luas hingga
(sebetulnya) orang tldak perlu berdusta.
Dikatakan, "Seorang pedagang yang jujur tidak pernah melarat."
---(ooo)---
|
0 komentar:
Posting Komentar