This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Translate

Translate

Selasa, 10 April 2012

cP AhLuL KiTaB ???




Makna Bahasa
Kata ahl  berasal dari kata ahila-ya’halu-ahlan. Al-Ahl artinya adalah famili, keluarga, kerabat. Ahl ar-rajul artinya adalah istrinya, ahl ad-dâr artinya penduduk kampung, ahl al-'amr artinya penguasa, ahl al-madzhab artinya orang-orang yang beragama dengan mazhab tersebut, ahl al-wabar artinya penghuni kemah (pengembara), ahl al-madar atau ahl al-hadhar artinya orang yang sudah tinggal menetap.[1]
Dari pengertian di atas, kata ahl jika disambung dengan al-kitâb, tampaknya yang paling sesuai pengertiannya secara bahasa, adalah orang-orang yang beragama sesuai dengan al-Kitab.  Dengan ungkapan lain, mereka adalah para penganut atau pengikut al-Kitab.  

Makna Istilah
Al-Quran telah mengecualikan kaum Muslim dari sebutan Ahlul Kitab meskipun kaum Muslim beragama sesuai dengan kitab samawi, yaitu al-Quran.  Berikutnya, sebutan Ahlul Kitab hanya menunjuk kepada Yahudi dan Nasrani, tidak mencakup selain keduanya.
Kata Ahlul Kitab dinyatakan di dalam 31 ayat al-Quran.[2] Al-Quran menggunakan kata Ahl al-Kitâb hanya dengan penunjukkan kepada dua golongan, yaitu  Yahudi dan Nasrani. Terbukti bahwa semua ayat Ahl al-Kitâb menunjuk kepada dua golongan tersebut.  Hal ini dapat kita pahami dari penafsiran para mufasir terhadap ayat-ayat tersebut, juga dari sebab-sebab turunnya. 
Pada masa Rasulullah saw. dan masa sahabat terma Ahl al-Kitâb selalu digunakan hanya untuk menunjuk dua komunitas pemeluk agama Yahudi dan Nashrani.  Selain dua komunitas tersebut tidak disebut sebagai Ahl al-Kitâb. 
Sebagian ulama berpendapat bahwa Ahl al-Kitâb hanya Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel, sedangkan di luar Bani Israel, sekalipun beragama Yahudi atau Nasrani, tidak termasuk Ahl al-kitâb.  Mereka berargumentasi bahwa Nabi Musa a.s. dan Isa a.s. hanya diutus untuk kaumnya, yaitu Bani Israel. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa obyek seruan Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. yang diutus hanya Bani Israel. Akan tetapi, hal itu tidak menunjukkan tidak bolehnya orang di luar Bani Israel mengikuti risalah Taurat dan Injil; juga tidak menunjukkan bahwa pengikut Taurat dan Injil selain Bani Israel tidak termasuk Ahl al-Kitâb. Apalagi bahwa orang-orang Arab (bukan keturunan Bani Israel) pada masa Nabi saw. tetap dimasukkan sebagai bagian Ahl al-Kitâb, di samping  karena sebutan Ahl al-Kitâb adalah umum untuk semua orang yang menganut agama Yahudi dan Nasrani. 
Imam ath-Thabari, ketika menafsirkan surat Ali Imran ayat 64, menyatakan, "Ahl al-Kitâb bersifat umum mencakup seluruh pengikut Taurat dan pengikut Injil. Yang demikian sudah diketahui bersama, yakni bahwa yang dimaksud dengn Ahl al-Kitâb adalah dua golongan itu seluruhnya. Hal senada juga dinyatakan oleh asy-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadîr." [3]
Imam Ibn Katsir, ketika menafsirkan ayat tersebut, menyatakan, "Seruan ini bersifat umum mencakup seluruh Ahl al-Kitâb, yaitu Yahudi dan Nasrani, serta siapa saja yang berjalan di atas jalan mereka."[4]
Artinya, setiap orang yang menganut agama Yahudi atau Nasrani, sekalipun bukan keturunan Bani Israel, adalah bagian dari Ahl al-Kitâb. 
Ada juga sebagian kaum Muslim yang beranggapan bahwa sekarang Ahl al-Kitâb sudah tidak ada. Artinya, orang Yahudi dan Nasrani sekarang bukanlah Ahl al-Kitâb.  Mereka berargumentasi, Ahl al-Kitâb adalah orang Yahudi dan Nasrani pada masa Rasulullah saw., atau menjalankan ajaran Taurat dan Injil yang sebenarnya secara lurus. 
Pendapat tersebut kurang tepat.  Sebab, penyimpangan orang Yahudi dan Nashrani juga sudah terjadi pada masa Rasul saw. bahkan sudah berlangsung sebelum masa beliau. Al-Quran dengan jelas menyatakan bahwa orang Nasrani pada waktu itu sudah meyakini ide trinitas,[5] meyakini bahwa al-Masih Putra Maryam adalah Allah,[6] meyakini al-Masih adalah anak Allah,[7] mennyekutukan Allah dengan menjadikan rahib-rahib dan orang-orang besar mereka sebagai tuhan selain Allah (orang Yahudi juga berperilaku sama),[8] dan penyimpangan Nasrani lainnya masih banyak.  Sedangkan orang Yahudi berkeyakinan bahwa Uzair adalah anak Allah,[9] menutupi kebenaran dengan memalsukan isi Taurat,[10] dan banyak penyimpangan lainnya.
Artinya, orang Yahudi dan Nasrani memang sudah menyimpang sejak masa Rasul saw. Oleh karenanya, mereka dengan jelas digolongkan sebagai orang kafir.[11]  Adapun sekarang, penyimpangan mereka bertambah lebih banyak lagi.  Namun, status mereka adalah sama dengan pada masa Rasul saw., yaitu termasuk orang kafir. 
Ada pendapat nyleneh yang dikembangkan oleh kalangan Islam Liberal. Menurut mereka, Ahl al-Kitâb bukan hanya orang Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup semua penganut agama yang memiliki kitab suci termasuk Hindu, Budha, Konghuchu, Sinto, dll. Pendapat ini adalah pendapat batil.
Rasul saw. dan para sahabat pada waktu itu mengetahui tentang orang Majusi dan agama mereka.  Namun, orang Majusi tidak mereka sebut sebagai Ahl al-Kitâb. Imam Malik bin Anas meriwayatkan bahwa Umar  pernah menyebut Majusi lalu berkata, "Saya tidak tahu bagaimana memperlakukan urusan mereka."
Kenyataan bahwa mereka bukan Ahlul Kitab juga diperkuat oleh fakta bahwa hukum tentang Ahlul Kitab tidak diterapkan semua atas mereka.  Hasan bin Muhammad bin ’Ali bin Abi Thalib menuturkan:
اَ
Rasulullah saw. menulis surat kepada orang-orang Majusi Hajar. Beliau menyeru mereka pada Islam. Siapa saja yang masuk Islam diterima, sedangkan yang tidak, dikenakan atas mereka kewajiban membayar jizyah, hanya saja sembelihan mereka tidak boleh dimakan dan wanita mereka tidak boleh dinikahi (HR al-Baihaqi).[12]

Hadis ini menjelaskan perlakuan seperti terhadap Ahlul Kitab dalam hadis Imam Malik di atas, yaitu bahwa perlakuan sama itu tidak dalam semua hal, tetapi hanya dalam masalah jizyah. Artinya, orang Majusi juga dikenai kewajiban membayar jizyah, tetapi mereka termasuk orang-orang musyrik. 
Walhasil, Ahlul Kitab secara syar‘i hanyalah orang-orang beragama Yahudi dan Nasrani baik dulu pada masa Rasul saw. dan para sahabat ataupun masa sekarang dan yang akan datang.
Terhadap Ahlul Kitab, Islam memberikan hukum yang berbeda dengan kaum musyrik: sembelihan Ahlul Kitab boleh dimakan dan kaum wanitanya yang muhshanat (yang senantiasa menjaga diri dan kesuciannya) boleh dinikahi, yang menurut banyak ulama harus memenuhi syarat-syarat tertentu. [] 


[1]     Munawir, Kamus al-Munawir hlm. 46, Pustaka Progressif; Ibn Manzhur, Lisân al-’Arab 1/28; al-Manawi, at-Ta‘ârif 1/105; Ar-Razi, Mukhtâr ash-Shihâh, 1/13.
[2]     QS 02: 105, 109; QS 03: 64, 65, 69, 70, 71, 72, 75, 98, 99, 110, 113, 199; QS 04: 153, 159, 171; QS 05: 15, 19, 59, 65, 68, 77; QS 29: 46; QS 33: 26; QS 57: 29; QS 59: 2, 11; QS 98: 1, 6.
[3]     Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, 3/303, Dar al-Fikr, Beirut; Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, 1/348. Dar al-Fikr, Beirut.
[4]     Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, 1/372. Dar al-Fikr, Beirut.
[5]     Lihat: QS al-Maidah [05]: 73, ide trinitas sendiri dijadikan doktrin resmi gereja dalam Konferensi Nicea pada abad ke-2 M.
[6]     Lihat: QS al-Maidah [05]: 17.
[7]     Lihat: QS at-Taubah [09]: 30.
[8]     Lihat: QS Ali Imran [03]: 64.
[9]     Lihat: QS at-Taubah [09]: 30.
[10]    Lihat: QS Ali Imran [03]: 71 dan 78.  Lihat juga catatan kaki al-Quran dan terjemahan maknanya oleh Depag, yang mengisyaratkan bahwa orang Nasrani juga melakukan hal sama.
[11]    Sebagai tambahan, lihat: QS al-Baqarah [02]: 105; al-Hasyr [59]: 2, 11; al-Bayyinah [98] 1,6
[12]    Al-Qadhi Taqiyyuddin an-Nabhani, Nizhâm al-Ijtimâ’î fî al-Islâm, hlm. 108, Hizbut Tahrir cet. 4 (Mu’tamadah). 2003.

Senin, 09 April 2012

Hati yang Sempurna


    Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.
Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata "Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku ?".

Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa "Anda pasti bercanda, pak tua", katanya, "bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan".

"Ya", kata pak tua itu," Hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan.
Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan. Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan.
Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu?"

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, lalu merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata.
Pemuda itu melihat ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir ke dalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.

Qoul uLaMa'


Kesombongan
Aun bin Abdulloh berkata :

كَفَى بِكَ مِنَ اْلِكْبِر أَنْ تَرَكَ لَكَ فَضْلاً عَلَى مَنَْ هُوَ دُوْنَكَ

"Kafaa bika minal kibri an taroka laka fadhlan ala man huwa dunaka."
Artinya :
"Cukuplah kesombongan itu menghilangkan keutamaanmu dihadapan orang-orang dibawahmu." ( Sifatu Sofwa hlm juz 3 halaman 201 )



Sewenang-wenang, sombong dan terlalu malu
Imam Mujahid berkata :


لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ جَبَّارٌ وَلاَ مُسْتكْبِرٌ وَلاَ مُسْتَحْيٌ

"La yata'allamu al ilma Jabbarun wala mustakbirun wala mustahyun."
Artinya, "
"Tiada mendapatkan ilmu orang yang berlaku sewenang-wenang, orang yang sombong dan seorang yang pemalu." ( Al Faqiih wal Mutafaqqih juz 2 halaman 300 )

Hawa nafsu, persahabatan dan ujub
Wahab bin Munabbih berkata :

اِحْفَظُوا عَنِي ثَلاَثاً :
إيَّكُم وَالْهَوَى مُتَّبَعًا وَقَرِيْنُ سُوءٍ وَاِعْجَابُ الْمَرْء بِنَفْسِهِ

"Ihfadzuu 'anni tsalatsan : Iyyakum wal hawa muttaba'an wa qoriinu suu' wa 'ijabul mar'I binafsihi. "
Artinya :
"Jagalah dirimu dari tiga hal : hawa nafsu yang selalu diikuti, teman yang jelek dan bangga terhadfap diri sendiri." ( Siyar 'Alam an Nubala juz 4 halaman 541 )
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v :
فَدِيْنُ اْلمُسْلِمِيْنَ مَبْنِيٌّ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَمَا اتَّفَقَتْ عَلَيْهِ اْلأَئِمَّةُ، فَهَذِهِ الثَّلاَثَةُ أَصُوْلٌ مَعْصُوْمَةٌ (مجموعة فتاوى ابن تيمية 20/164)
"Agama kaum muslimin dibangun atas dasar; mengikuti kitabullah, Sunnah Rasul-Nya dan kesepatakan para imam (ijma')" (lihat Majmu'ah Fatawa Ibnu Taimiyah 20/164)






Abdullah bin Mas'ud z berkata:

إِنَّكُمْ سَتَجِدُوْنَ أَقْوَامًا يَزْعُمُوْنَ أَنَّهُمْ يَدْعُوْنَكُمْ إِلَى كَتَابِ اللهِ وَقَدْ نَبَذُوْهُ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ فَعَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّبَدُّعَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَطُّعَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّعَمُّقَ وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ (رواه اللالكائي في شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة 1/97)
"Kalian akan menemui golongan-golongan yang mengaku mengajak kalian kepada kitabullah, padahal mereka menaruhnya dibelakang punggung mereka. Maka kalian harus berilmu dan janganlah berbuat bid'ah, janganlah berlebih-lebihan dalam beramal ataupun perkataan dan berpeganglah kepada para pendahulu (salaf) (HR. Al-Lalika'iy, Syarhu Ushuli I'tiqodi Ahlis Sunnah wal Jama'ah 1/97)

Asy-Sya'bi v berkata:
عَلَيْكَ بِآثَارِ السَّلَفِ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهَا لَكَ بِالْقَوْرِ (إعلام الموقعين 1/152)
"Berpeganglah kepada peninggalan para salaf walaupun karenanya kamu ditolak oleh orang banyak, jauhilah pendapat para tokoh, walaupun mereka menghiasi perkataan mereka." (I'lamul Muwaqi'in, Ibnu Qoyim Al-Jauziyah 1/152)

Abdullah bin Mas'ud radhiaallahu'anhu berkata:
مَنْ كَانَ مُتَأَسِّيًا فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ n فَإِنَّهُمْ أَبَرُّ قُلُوْبًا وَأَعْمَقُهَا عِلْمًا وَأَقَلُّهَا تَكَلُّفًا وَأَقْوَمُهَا هَدْيًا وَأَحْسَنُهَا حَالاً، قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ الله ُلِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَإِقَامَةِ دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ وَاتَّبِعُوْا آثاَرَهُمْ فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى اْلهُدَى اْلمُسْتَقِيْمِ (إعلام الموقعين 4/139)
"Barangsiapa yang mengikuti seseorang hendaklah ia mengikuti para sahabat Rasulullah n . Karena sesungguhnya hati mereka adalah sebaik-baik hati manusia. Ilmu mereka adalah sedalam-dalam ilmu manusia. Mereka paling sedikit bebannya (tidak mengadakan urusan-urusan yang memberatkan diri), paling lurus jalan (hidup)nya dan paling baik keadaan akhlaknya. Suatu kaum yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, maka ketahuilah keutamaan mereka dan ikutilah atsar-atsarnya (jejak langkahnya) karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus." (I'lamul Muwaqi'in 4/139)

Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib zberwasiat:
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْئِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَآءِ اْلآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَآءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًّا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ
"Dunia akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang, dan keduanya mempunyai anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya pada hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab (perhitungan) tanpa amal." (HR. Bukhori secara Mu'allaqa)

Imam Malik v berkata:
لاَيَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلهُاَ
"Generasi akhir ummat ini tidak akan baik kecuali dengan (jalan hidup) yang telah menjadikan baik generasi pendahulunya." (Dikutip dari buku Khutbatul Jum'at Pilihan hal. 197)





Sufyan Ats-Tsauri v berkata:
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ اْلمَعْصِيَّةِ. اْلمَعْصِيَّةُ يُتَابُ مِنْهَا وَاْلبِدْعَةُ لاَيُتَابُ مِنْهَا (شرح أصول الإعتقاد أهل السنة والجماعة للكائي 1/132)
"Perbuatan bid'ah itu lebih disukai iblis dari pada perbuatan maksiat, karena yang melakukan maksiat akan bertaubat dari kemaksiatannya sementara orang yang melakukan bid'ah tidak akan bertaubat dari kebid'ahannya." (Syarh Ushulil I'tiqadi Ahli Sunnah wal Jama'ah, Al-Lalikaiy 1/132)

Ayub As-Sikhtiyani v berkata:
مَازْدَادُ صَاحِبُ بِدْعَةٍ اجْتِهَادًا إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا (الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع، للإمام السيوطي : 66)
"Tidaklah seorang yang melakukan bid'ah semakin bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kebid'ahannya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah." (Al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'Anil Ibtida', Imam As-Suyuti, hal. 66)

Abdullah bin Umar z berkata:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٍ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً (المدخل إلى السنن الكبرى للبيهقي رفم : 191)
"Setiap bid'a itu adalah sesat, sekalipun orang-orang memandang hal itu tampak baik." (Al-Madkhol ilas Sunanil Kubra, Al-Baihaqi, no. 191)

Ibnul Qoyim v berkata:
احْذَرُوْا مِنَ النَّاسِ صِنْفَيْنِ: صَاحِبُ هَوَى قَدْ فَتَنَهُ هَوَاهُ وَصَاحِبُ دُنْيَا أَعْمَتْهُ دُنْيَاهُ (إغاثة اللهفان، لابن القيم الجوزية، 2/586)
"Waspadalah kalian terhadap dua tipe manusia, pengikut hawa nafsu yang diperbudak oleh hawa nafsunya dan pemburu dunia yang telah dibutakan (hatinya) lantara dunia (yang telah dicapainya)" (Ighotsatul Lahfan, Ibnul Qoyim Al-Jauziyah 2/586)

Imam Malik v berkata:
مَنِ ابْتَدَعَ فِيْ اِلإِسْلاَمِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعِمَ أَنَّ مُحَمَّدًا خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: (الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا) فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَيَكُنِ اْليَوْمَ دِيْنًا
"Barangsiapa mengada-adakan dalam Islam suatu bid'ah dia melihatnya sebagai suatu kebaikan maka dia telah menuduh Muhammad menghianari risalah, karena Allah telah berfirman: "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku ridhoi Islam menjadi agamamu." Maka sesuatu yang bukan termasuk ajaran agama pada hari itu (saat hidup Rasul), bukan pula termasuk ajaran agama pada hari ini." (Dakwatul Kholaf Ila Thoriqis Salaf, Muhammad bin Ali bin Ahmad Bafadhl, hal.)

Umayyah bin Shalt v berkata:
أَيُّمَا شَاطِنٌ عَصَاهُ عَكَاهُ وَرَمَاهُ فِيْ السِّجْنِ وَاْلأَغْلاَلِ
"Siapa yang tidak mampu mengendalikan lidahnya, ia akan menjerumuskan yang punya kedalam penjara dan belenggu rantai." (Edisi terjemah, Mashoibul Insan Min Makaidisy Syaithan, Al-Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih Al-Maqdisi Al-Hanbali, hal. 8)




Abdullah bin Mas'ud zberkata:
الْقَصْدُ فِي السُنَّةِ خَيْرٌ مِنَ اْلإِجْتِهَادِ فِي اْلبِدْعَةِ (رواه الدارمي، رقم : 223)
"Sederhana dalam Sunnah lebih baik dari pada bersungguh dalam masalah bid'ah." (HR. Ad-Darimi no. 223, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Abdullah bin Mas'ud zberkata:
تَعَلَّمُوْا اْلعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ، وَقَبْضُهُ أَنْ يَذْهَبَ أَهْلُهُ، أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَنَطُّعِ وَالتَعَمُّقِ وَالْبِدَعِ، وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ (رواه الدارمي، رقم 144 بسند ضعيف)
"Pelajirah ilmu sebelum itu hilang, dan hilangnya ilmu itu dikarenakan wafatnya para ahlina. Ingatlah! Hendaknya kamu menjauhi memfasih-fasihkan dalam perkataan, berpanjang lebar dalam ucapan, dan bid'ah (menciptakan hal-hal yang baru dalam masalah agama), dan hendaknya kalian berpegang teguh kepada yang lama (salaf). (HR. Ad-Darimi no. 144, sanadnya dianggap dhoif)

Ibnu Abbas zberkata:
إِنَّ أَبْغَضُ اْلأُمُوْرِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الْبِدَعُ، وَإِنَّ مِنَ اْلبِدَعِ اْلاِعْتِكَافُ فِي الْمَسْجِدِ الَّتِيْ فِي الدُوْرِ
"Hal yang paling dibenci oleh Allah adalah bid'ah, dan diantara perbuatan yang termasuk dalam perbuatan bid'ah adalah beri'tikaf di masjid dengan membuat lingkarang." (Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra 4/316)

Umar bin Abdul Aziz v berkata:
أُصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى، وَاْلإِقْتِصَادِ فِيْ أَمْرِهِ، وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ رَسُوْلِه n ، وَتَرَكَ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُوْنَ بَعْدُ
"Aku berwasiat kepadamu untuk selalu bertakwa kepada Allah, menjalankan perintah-Nya, mengikuti Sunnah Rasul-Nya, dan meninggalkan sesuatu yang disampaikan oleh orag-orang yang senantiasa menciptakan hal-hal yang baru (dalam masalah agama) sepeninggalanku." (Bid'ah yang dibungkus dengan hadits palsu, Abu Syama', hal. 40)

Umar bin Khattab zberkata:
نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هَذِهِ يَعْنِيْ إِنَّهَا مُحْدَثَةُ لَمْ تَكُنْ، وَإِذَا كَانَتْ فَلَيْسَ فِيْهِ رَدٌّ لِمَا مَضَى
"Ini adalah bid'ah yang baik, yakni yang baru yang belum ada sebelumnya. Tetapi jika dilaksanakan, maka tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada sebelumnya." (Bid'ah yang dibungkus dengan hadits palsu, Abu Syama', hal. 59)
قال الحسن :( إنّ العبد لايزال بخير ماكان له واعظ من نفسه وكانت المحاسبة من همته )
Qoola al Hasan : "innal 'abda laa yazaalu bikhoirin maa kaana lahu waa'idzun min nafsihi wakaanatil muhasabatu min himmatihi"
Al-Hasan berkata: " Sesungguhnya seorang hamba masih akan tetap baik selama masih memiliki penasehat dari jiwanya, serta menjadikan muhasabah sebagai capainya."
( Ibnu Qoyyim al Jauziyyah, Ighotsatuh al lahfan fii mashoyidisy syaithon, 1/158 )

قال ابن عون : ( ذكر الناس داء, وذكر الله دواء )
Qoola ibnu 'Aun : "Dzikrunnaasi daa'un, wa dzikrullah dawa'un"
Ibnu 'Aun berkata, : "Membicarakan manusia adalah penyakit, dan mengingat Allah adalah obat "
( Hisyam bin Ismail Ash Shoyani, Manhaj Ahlu sunnah wal JAma'ah fi an naqd wal hukmi alal akhorin, hlm.73)

قال الإمام أحمد : ( على كلّ حال من الأحوال القران كلام الله غير مخلوق)
Qola imam Ahmad : "ala kulli hal minalahwal al qur'an kalamullah ghoiru makhluk"
Imam Ahmad berkata : "Walau dalam kondisi apapun, al qur'an adalah kalamullah bukan makhluk"
( Abdurrahman bin Yusuf Al Jadi' , al aqidah as salafiyah fii kalami robbi al bariyyah wa roddiyah, hlm. 247 )

قال الإمام أحمد :( من قال : لفظي بالقران مخلوق فهو جهنيّ, ومن قال : غير مخلوق , فهو مبتدع لا يكلَّم )
Qoola imam Ahmad : "man qoola lafdzii bil qur'an makhluk fahuwa Jahmiy, wa man qoola ghoru makhluk fahuwa mubtadi' laa yukallam"
Imam Ahmad berkata : "Siapa yang mengatakan 'Lafadku membaca al Qur'an adalah makhluk' maka ia adalah Jahmiyah, dan siapa yang mengatakan : bukan makhluk maka ia ahlu bid'ah, tidak usah diajak bicara'
( Ibnu Taimiyah, Majmu' fatawa : 12 / 325 atau Abdurrahman bin Yusuf Al Jadi' , al aqidah as salafiyah fii kalami robbi al bariyyah wa roddiyah : 270 )


Oleh : Saifuddin

أقوال السلف
ابن أحمد

شميط بن عجلان :
من جعل الموت نصب عينيه لم يبال بضيق الدنيا ولابسعتها
( منهاج القاصدين 311 )

Berkata syamith bin 'Ajlan :
" Barang siapa yang menjadikan kematian senantiasa dihadapan matanya, maka dia tidak akan peduli dengan kesempitan dunia maupun kemewahannya."
( Minhajul Qoshidin : 311 )


قال فضيل بن عياض :
من أحب أن يذكر لم يذكر ومن كره أن يذكر ذكر
( سير الأعلام 432 )

Fudail bin iyadh berkata : barang siapa yang suka untuk disebut – sebut namanya maka ia tidak akan terkenal, dan barang siapa yang tidak suka untuk disebut – sebut namanya, maka ia akan terkenal.
( Siyarul A'lam : 432 )

قال وهب بن منبه
إحفظوا عني ثلاثا : إياكم وهوى متبعا وقريب سوء وإعجاب المرء بنفسه
( سير الأعلام 4\541 )

Wahab bin Munabih berkata :
jagalah dariku tiga perkara : 1] jauhilah olehmu dari mengikuti tiga hawa nafsu, teman yang buruk, dan bangga seseorang terhadap dirinya. ( Syiarul A'lam : 4 / 541 )


قال أبودرداء
إستعينواباالله من خشوع النفاق قيل وما خشوع النفاق ؟ أن يرى الجسد خاشعا والقلب ليس بخاشع
( الصفوة 1\363 )

Abu Darda berkata :

Berlindunglah kalian kepada Alloh dari Khusu'nya kemunafikan, ketika ditanyakan apakah khusunya nifak itu ? yaitu ketika penampilannya kelihatan khusu' padahal hatinya tidak khusu'
( as shofwah : 1 / 363 )



قال محمد بن إدريس الشافعي :
أحب الصالحين ولست منهم وأرجوأن أنال بهم شفاعة
( قادة الفكر الإسلامي - عبدالله بن سعد ص 386)

Imam syafi'i berkata :
saya mencintai orang – orang sholih, dan saya bukanlah dari kalangan mereka, saya berharap untuk mendapatkan syafaat bersama mereka
( Qodatul Fikri : 326 )

قال أبودرداء
إن من شرالناس عندالله عزوجل منزلة يوم القيامة عالما لم ينتفع بعلمه
( حياة الصحابة :3\244)
Berkata Abu Darda :
Sesungguhnya sejelek – jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Alloh adalah orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya.
( Hayatus Shohabah : 3 / 244 )


قال الحسن البصري
: ليس الإيمان بالتحلي ولا بالتمني ولكنه ماوقر في الصدر وصدقته الأعمال

Hasan AL Bashri berkata :
Iman itu bukan hanya hiasan dan angan – angan, akan tetapi ia adalah sesuatu yang tertanam dalam lubuk hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan..
( al Izz al Hanafi, syarh al – aqidah At thohawiyah : 339 )


Umar ibnul khottob berkata:
”Haasibuu anfusakum qobla antuhaasibuu, dan timbanglah amalanmu sebelum amalanmu ditimbang, watuzayinuu lil ‘irdhi al akabar”.



Uamar bin khotob mengatakan
:”Siapa yang banyak bicara, pasti banyak salahnya. Siapa banyak salahnya, pasti banyak dosanya, dan siapa banyak dosanya, maka neraka lebih pantas baginya”.


Abul qosim al hakim berkata
:”siapa takut sesuatu tentu ia alkan lari darinya, tapi bila ia takut kepada Allah, justru ia mendekat kepadanya”.


Ahlul ilmi mengatakan
:”ihdzar min tsalats:
ihdzar zalatul alim wala ta’dzimuhu qodrohu, wattafaqo hafwatul jahil wala tu’adihi.Watunabbiha lighoflatirrojul assholih wala talzimuhu.
“hindari 3 perkara:
1. Tergelincirnya (lidah) seorang alim tapi jangan sampai meremehkan kapasitasnya.
2. Ocehan si jahil tapi jangan sampai memusuhinya.
3. lalainya seorang yang sholih dan tak perlu menggunjingnya.


Imam asy syafi’i mengatakan:
”Aku hidup, pasti aku makan. Aku mati, pasti dapat kuburan.citaku bak ambisi raja, jiwaku jiwa bebas merdeka, yangmemandang kekufuran tak ubahnya kehinaan kerendahan”.(ana in isytu lastu a’damu quutan. Wain mittu lastu a’damu qobron, himmatii, himmatul mulk, wanafsi nafsul hurri tarol madzallah kufron”.


Jibril berkata
:”yaa muhammad, isy maa syi’ta, fainnaka mayyitun, wa ahbib maa syi’ta fainnaka mufaariquhu, wa’mal maa syi’ta fainnaka mulaaqihi”. (’wahai Muhammad, hidpulah sekehendakmu, tapi engkau akan mati, cintailah apa saja, tapi engkau akan meninggalkannya dan berbuatlah semaumu tapi engkau akan dibalas”.


Sahl bin abdullah rohimahullah berkata:
”Alamatu hubbillah, hubbul qur’an, wa alaamatu hubbil qur’an hubbinnabiy S.A.W. wa alaamtu hubbinnabiy, hubbussunnah, wa alamatu hubbillah wahubbul qur’an wahubbinnabiy, hubbul akhiroh, wa alamatu hubbil akhiroh ayyuhibba nafsahu, wa alamatu hubbi nafsihi, ayyubghidhod dunya, wa alamatu bughdhid dunya alla ya’khudza minha illazzaad wal bulghoh”.







قال كعب : من أكثر ذكر الله عز وجل برئ من النفاق
Qaala Ka'ab: "Man Aktsara Dzikrillah 'Azza Wajalla Barium Minan Nifaq"
Berkata Ka'ab:" Barangsiapa yqang banyak berdzikir akepada Allah kama akan terlepas dari kenifakan".( Al Waabil Ash Shayyib, Ibnu Qayyim. Cet.I,th.1418 H/1997M, al Maktabah Al Islamiyah. Hal 109).
قال شيخ الإسلام ابن تيمية : الذكر للقلب مثل الماء للسمك , فكيف حال السمك إذا فارق الماء
Qaala Syikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Adz- Dzikru Lil Qalbi, Mitslu Al- Maai lissamak".
Berkata Syaikhul Islam :" Dzikir terhadap hati bagaikan air terhadap ikan maka bagaimana halnya ikan apabila terpisah dengan air".".( Al Waabil Ash Shayyib, Ibnu Qayyim. Cet.I,th.1418 H/1997M, al Maktabah Al Islamiyah. Hal 110 ).

قال لقمان لابنه : إن مثل أهل الذكر والغفلة كما النور والظلمة
Qaala Luqman Li Ibnihi, Inna Matsala Ahli Dzikri wal Ghaflah Kama An Nur wal Dzulumah"( Bidayah Wan Nihayah, Ibnu katsir, Juz.9/hal.226. Cet.I,tahun 1423 H/2003 M, Maktabah Ash Shafa ).
Berkata luqman kepada Anakmya:" Sungguh permisalan Ahli Dzikir dengan Orang yang lalai seperti Cahaya dan kegelapan".
قال على بن الحسين : إن الله يحب المؤمن المذنب التواب.
Qaala 'Ali Bin Husain, Inna Allaha Yuhibbul Mukmin Al Mudzannib At- Tawwab.
Berkata Ali Bin Husain:" Sungguh Allah mencintai seorang Mukmin Yang berdosa yang bertaubat"."( Bidayah Wan Nihayah, Ibnu katsir, Juz.9/hal.96. Cet.I,tahun 1423 H/2003 M, Maktabah Ash Shafa ).

Amir Hamdan
Aqwalus Salaf

وروى الخطيب البغدادي بإسناده عن إسحق بن عبدالله قال (أقرب الناس من درجة النبوة أهل العلم وأهل الجهاد، قال: فأما أهل العلم فدلّوا الناس علي ماجاءت به الرسل، وأما أهل الجهاد فجاهدوا على ماجاءت به الرسل) أهـ (الفقيه والمتفقِّه، 1/35).
Aqrabun nas min darajatin nubuwwati ahlul ilmi wa ahlul jihad, qala faamma ahlul ilmi fadallu annas ‘ala maja bihir Rasul, waamma ahlul jihad fajahadu ‘ala majaat bihir Rasul.
Diriwayatkan oleh al Khatib Al Baghdadi dengan sanadnya dari Ishaq bin Abdullah ia berkata: manusia yang paling dekat derajatnya dengan kenabian adalah ahlul ilmi dan ahlul jihad, ia berkata: ahlul ilmi mereka yang menunjuki manusia sesuai yang datang dari Rasulullah n , sedangkan ahlul jihad mereka berjihad sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah n .

وقال علي بن أبي طلحة عن ابن عباس (قوا أنفسكم وأهليكم ناراً) يقول اعملوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله وَأْمُروا أهليكم بالذكر ينجيكم الله من النار. ( الجامع في طلب العلم الشريف )
Qala Ibnu Abi thalhah an Ibni Abbas ( quu anfusakum wa ahlikum naara ) yaqulu I’malu bitha’atillah wattaqu ma’ashillah wa amaru ahlikum bidz-dzikri yunji kumullah minannar.
Berkata Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas mengenai ayat ( quu anfusakum wa ahlikum naara ) ia berkata: kerjakanlah ketaatan kepada Allah k dan takutlah berbuat maksiat kepada allah dan perintahkanlah keluargamu dengan berdzikir, maka Allah k akan menyelamatkanmu dari api neraka.

شيـــخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله قال: ويجب تعليم أولاد المسلمين ماأمر الله بتعليمهم إياه، وتربيتهم على طاعة الله ورسوله. ( الجامع في طلب العلم الشريف )
Syaihul islam ibnu Taimiyyah v qala: wa yajibut ta’limu auladil muslimin ma amarallah bita’limihim iyyahu, wa tarbiyatihim ‘ala tha’atillah wa Rasulihi.
Syaikhul Islan Ibnu taimiyyah v berkata: wajib mengajarkan anak-anak kaum muslimin dengan apa-apa yang diperintahkan Allah k kepadanya dan mendidik mereka kepada ketaatan kepada Allah k dan Rasul-Nya.



JANGAN DI HAPUS PENTING
AQWALUS SALAF

قال الإمام أحمد : "لايوصف الله إلا بما وصف به نفسه أو وصفه به رسوله, لا يتجاوز القرآن والحديث "
ARTINYA: “Allah ktidak disifati kecuali dengan apa-apa yang telah Dia sifai sendiri atau disifati oleh RosulNya dan tidak menyelisihi Al Qu’an dan As Sunnah”.
( SYREH AQIDAH WASHITIYAH SYEH UTSAIMIN : 48)
قال ابن تيمية : من شر أقوال أهل البدع و الإلحاد
“Termasuk sejelek-jelek perkataan adalah perkataannya ahlu bid’ah dan atheis”.
( SYREH AQIDAH WASHITIYAH SYEH UTSAIMIN : 59)
Imam Malik ditanya tentang firmanNya surat Thoha: 5 "الرحمن على عرش استوى"
"كيف استوى ؟ فأطرق مالك برأسه حتى علاه العراق, ثم رفع رأسه وقال : "الإستواء معلوم و الكيف مجهول و الإيمان به واجب و السؤال عنه بدعة "
Bagaimanakah istiwa’nya Allah k? lalu Imam Malik memukul kepala orang itu sampai bercucuran keringatnya, lalu mengangkat kepalanya dan berkata; “istiwa’ itu telah diketahui, beriman kepadanya wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah”.
( SYREH AQIDAH WASHITIYAH SYEH UTSAIMIN : 64)
قال ابن القيم : "كلام المتقدمين قليل كثير البركة , و كلام المتأخرين كثير قليل البراكة".
Ibnu Qoyim berkata: “perkataan para pendahulu sedikit tapi banyak barokah, sedangkan perkataan para mutakhkhirin banyak tapi sedikit barokah”. ( hilyatu tholibil ilmi, syeikh bakar Abu Zaid)
قال نعيم بن حماد الخزاعي شيخ البخاري : " من شبه الله بخلقه, فقد كفر, ومن جحد ما وصف الله به نفسه كفر وليس فيما وصف الله به نفسه أو بما وصف به رسوله تشبيه و لا تمثيل".
Nuaim bin Hamad Al Khoza’I Syaikhnya imam Bukhori berkata: “barang siapa yang meyerupakan Allah k dengan makhluqnya, maka sungguh ia telah kafir”. Karena ia telah mengumpulkan antara mendustakan khobar ( yaitu firmanNya dalam Asy Syuro: 11) dan menolak tholab (yaitu perintah Allah k agar tidak diserupakan dengan yang lainnya sebagaiman dalam An Nahl: 74). ( SYAIH AQIDAH WASHITIYAH SYAIH UTSAIMIN : 66 dan 83)
قال بعض السلف: "إذا قال لك الجهمي : إن الله ينزي إللى السماء, فكيف ينزل ؟ فقل : إن الله أخبرنا أنه ينزل , ولم يخبرنا كيف ينزل .
Berkata sebagian salaf: “jika orang jahmiyah berkata kepadamu: “sesungguhnya Allah k itu turun, lalu bagaimanakah Allah k turun? Maka katakanlah: “sesungguhnya Allah k menghabarkan kepada kita bahwa Dia turun namun tidak maenghabarkan kepada kita bagaimana kita turun.” ( SYAIH AQIDAH WASHITIYAH SYAIH UTSAIMIN : 63)
ومن كلام الشافعي : "آمنت بالله وبما جاء عن الله على مراد الله , وآمنت برسول الله و بما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله
Dan termasuk dari perkataan Imam Syafi’I: “aku beriman kepada Allah k dan dengan apa yang datang darinya dan sesuai dengan apa yang dimaksudnya, demikian juga aku beriman kepada Rosululloh dan dengan apa yang dibawa Rosululloh sesuai dengan apa yang dikehendaki beliau”.
Diposkan oleh Mas Jumadi di 18.07