Syeikh Abul Qasim
al-Qusyairy
Allah swt. berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami adalah
Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka, 'Hendaknya kamu sekalian tidak takut dan tidak
gelisah, dan hendaknya kamu sekalian bergembira dengan surga yang telah
dijanjikan untuk kamu sekalian." (Q.s. Fushshilat: 30).
Riwayat dari Tsauban, bekas budak Rasulullah saw, menuturkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
"Berteguh-hatilah (istiqamahlah) kamu, meskipun kamu tidak akan mampu
melakukan sepenuhnya. Ketahuilah bahwa bagian terbaik dari agamamu adalah
shalat, dan tiada seorang yang akan memelihara wudhu, kecuali orang yang
beriman." (H.r. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi).
Syeikh Ali ad-Daqqaq berkata, "Istiqamah adalah derajat yang
menjadikan urusan-urusan seseorang menjadi baik dan sempurna, dan
memungkinkannya untuk mencapai manfaat manfaat secara tetap dan teratur.
Upaya dan perjuangan orang yang tidak teguh hati akan sia-sia."
Allah swt. berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang wanita yang menguraikan benangnya
yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi ceraiberai kembali." (Q.s. An
Nahl: 92).
Orang yang tidak istiqamah dalam keberadaannya tidak akan pernah meningkat
dari satu tahapan ke tahapan maqam berikutnya, dan suluknya tidak akan
kokoh. Salah satu persyaratan yang perlu pada awal suluk adalah memenuhi
persyaratan-persyaratan istiqamah dalam hukum kepermulaan. Sebagaimana bagi
'arifin, istiqamah merupakan pangkalnya. Tanda istiqamah dari mereka yang
mulai menempuh suluk adalah bahwa amal-amal lahiriah mereka tidak dicemari
oleh kesenjangan. Bagi mereka yang berada pada tahap pertengahan (ahlul
wasaith) adalah bahwa tidak ada kata "berhenti". Tanda istiqamah
mereka yang berada pada tahap akhir adalah, bahwa tidak ada tabir yang
melindungi mereka dari kelanjutan wushulnya.
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menjelaskan, 'Ada tiga derajat
istiqamah: Menegakkan segala sesuatu (taqwim), meluruskan segala sesuatu
(iqamah), berlaku teguh (istiqamah). Taqwim menyangkut disiplin jiwa;
iqamah berkaitan dengan penyempurnaan hati, dan istiqamah berhubungan
dengan tindak mendekat kepada Allah dengan jalan sirri."
Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. berkomentar, "Makna firman Nya, '… kemudian
mereka beristiqamah,' adalah bahwa mereka tidak menyekutukan Allah swt.
dengan sesuatu pun." Umar bin Khaththab r.a. mengajarkan,
"Artinya, mereka tidak mempu orang lain seperti rubah."
Pendapat Abu Bakr merujuk pada pelaksanaan prinsip-prinsip tauhid,
sedangkan pendapat Umar merujuk kepada sikap mencegah diri dari penafsiran
penafsiran yang dipaksakan, dan pelaksanaan syarat-syarat perjanjian.
Ibnu Atha' mengatakan bahwa ayat di atas berarti, "Mereka istiqamah
dalam membatasi hati mereka kepada Tuhan."
Abu Ali al-Juzajany berkata, "Jadilah pemilik istiqamah, bukan pencari
karamah. Sebab nafsumu masih berkutat mencari karamah, padahal Allah swt. menuntutmu
istiqamah."
Abu Ali asy-Syabbuwy menuturkan, "Aku bermimpi bertemu dengan Nabi
saw, dan aku berkata kepada beliau, 'Dikabarkan bahwa Paduka bersabda,
'Surat Huud telah membuat rambutku menjadi putih.' Apakah (rambut Paduka
menjadi putih karena) kisah kisah para Nabi ataukah karena dimusnahkannya
ummat ummat (zaman dahulu)?' Beliau menjawab, 'Bukan, melainkan karena
firman Allah swt.:
"Maka beristiqamahlah kamu sebagaimana kamu telah diperintah!"
(Q.s. Huud: 112)."
Dikatakan,"Hanya orang orang besar saja yang dapat memelihara
istiqamah, sebab hal ini meninggalkan perkara yang sebelumnya disepakati
dan meninggalkan adat serta kebiasaan, menegakkan ketulusan secara esensial
di sisi Allah swt. Karena itu, Nabi saw. bersabda, 'Beristiqamahlah kamu, meskipun
kamu sekalian tidak akan mampu melakukan sepenuhnya'!"
Al-Wasithy mengatakan, "Istiqamah adalah sifat akhlak sempurna, tanpa
istiqamah akhlak akan menjadi buruk."
Asy-Syibly berkata, "Istiqamah berarti engkau menghadapi setiap waktu,
sebagai wahana bangkitnya. "
Dikatakan, "Istiqamah dalam berbicara berarti meninggalkan perbuatan
menggunjing orang, dalam tindakan berarti menjauhi bid'ah, dalam amal saleh
berarti meninggalkan kemalasan dan dalam keadaan (haal) batin ia berarti
menyingkap hijab."
Saya mendengar Syeikh Abu Bakr Muhammad bin al-Hasan bin Furak menjelaskan,
"Huruf siin dalam lafadz 'istiqamah' adalah siin pencapaian. Artinya,
mereka memohon istiqamah dalam bertauhid, kemudian dalam menepati janji,
dan dalam menjaga batas-batas perilaku mereka sesuai dengan ketetapan Allah
swt."
Ketahuilah bahwa istiqamah melahirkan ketetapan akan karamah. Allah swt.
berfirman:
"Jikalau mereka tetap berjalan lurus (istiqamah) di atas tharikat itu,
niscaya Kami akan memberi mereka minum dengan air yang berlimpah."
(Q.s. Al-Jin: 16).
Allah swt. tidak berfirman, "Kami akan membiarkan mereka minum,"
melainkan, "Kami akan memberi mereka minum dengan air yang
berlimpah," yang menunjukkan keabadiannya.
Al-junayd berkata, "Aku berjumpa dengan salah seorang penempuh jalan
Allah (salik) di padang pasir di bawah sebatang pohon, dialah Ummu Ghailan.
Kutanyakan kepadanya, 'Mengapa Anda duduk di situ?' Ia menjawab, Ada
peristiwa, aku kehilangan sesuatu, dan aku berlalu meninggalkannya. Ketika
aku kembali dari ibadat haji, aku bersama pemuda, kutemukan barang tersebut
telah berpindah ke sebuah tempat yang lebih dekat ke pohon itu' Aku
bertanya, 'Mengapa Anda duduk di sini?' Ia menjawab, Aku telah menemukan
apa yang telah kucari di tempat ini jadi tetap saja aku duduk di
sini'." Al-Junayd berkata, "Aku tidak tahu mana yang lebih mulia,
kegigihannya karena kehilangan keadaan, atau keteguhan hatinya tinggal di
tempat di mana ia telah mencapai kehendaknya."
---(ooo)---
|
0 komentar:
Posting Komentar